Senin, 16 April 2012

9 Summers 10 Autumns the Movie

Di kaki Gunung Panderman, di rumah berukuran 6 x 7 meter, seorang anak laki-laki bermimpi. Kelak, ia akan membangun kamar di rumah mungilnya. Hidup bertujuh dengan segala sesuatu yang terbatas, membuat ia bahkan tak memiliki kamar sendiri. Bapaknya, sopir angkot yang tak bisa mengingat tanggal lahirnya. Sementara ibunya, tidak tamat Sekolah Dasar. Ia tumbuh besar bersama empat saudara perempuan. Tak ada mainan yang bisa diingatnya. Tak ada sepeda, tak ada boneka, hanya buku-buku pelajaran yang menjadi "teman bermain"-nya. Di tengah kesulitan ekonomi, bersama saudara-saudaranya, ia mencari tambahan uang dengan berjualan di saat bulan puasa, mengecat boneka kayu di wirausaha kecil dekat rumah, atau membantu tetangga berdagang di pasar. Pendidikanlah yang kemudian membentangkan jalan keluar dari penderitaan. Dan kesempatan memang hanya datang kepada siapa yang siap menerimanya. Dengan kegigihan, anak Kota Apel dapat bekerja di The Big Apple, New York. Sepuluh tahun mengembara di kota paling kosmopolit itu membuatnya berhasil mengangkat harkat keluarga sampai meraih posisi tinggi di salah satu perusahaan top dunia. Namun tak selamanya gemerlap lampu-lampu New York dapat mengobati kenangan yang getir. Sebuah peristiwa mengejutkan terjadi dan menghadirkan seseorang yang membawanya menengok kembali ke masa lalu. Dan pada akhirnya, cinta keluargalah yang menyelamatkan semuanya. ( Sekilas ttg novel 9 Summers 10 Autums karya Iwan Setyawan n nantikan filmnya )
Novel rekonsilasi masalalu dan masa depan, jika masa kini tantangan dan masa depan adalah kegelapan misteri, maka apa kekayaan terindah bila kita bukan masa lalu, biarpun kegetiran masih tergores disana? ( Komentar Mohamad Sobary/Mantan Direktur Kantor Berita Antara, budayawan, tokoh NU.

Sabtu, 14 April 2012



Bisnis film sedang lesu penonton, cerita yang disajikan masih berputar dengan genre komedy dan horor, para produser sekarang berhati hati memproduksi film karena nyatanya film yang sukses sebelumnya dipasaran dibuat episode barunya tidak menjamin kesuksesan film sebelumnya walaupun diadaptasi dari novel laris lanjutannya ,tentunya hal ini perlu disimak secara estetika lebih dalam. Best seller novel juga tidak bisa menjamin kesuksesan meraih penonton. Sepertinya semua tergantung dari kualitas isi film itu sendiri. Ketika pembaca membayangkan novel yang di baca, mereka mempunyai imajinasi sendiri terhadap apa yang dibacanya. Sementara ketika novel itu sudah dituangkan kedalam film, Imajinasi para pembuat film baik Director, DOP, Art Director bisa berbeda dengan imajinasi pembaca novel.., namun ada hal yang bisa dipertahankan dalam persepsi imajinasi antara keduanya yaitu jiwa (Soul ) dari novel itu film ini sudah tayang akhir Desember 2011 - Pebruari 2012 diangkat dari novel laris karya Tere liye, dengan latar belakang seorang anak korban tsunami.